Kamis, 26 Juli 2012

SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU























SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU: menyatukan pecahan-pecahan sosiologis
Ada 5 orang buta yang memperoleh kesempatan untuk berkunjung ke kebun binatang di mana mereka dapat berinteraksi dengan gajah, maklum mereka buta sejak dini dan tidak tahu bagaimana bentuk gajah tersebut. Yang satu memegangi ekornya, dan berujar, "aha... gajah itu berbentuk tipis dan panjang", yang memegangi kakinya berteriak, "wah, gajah itu kokoh, besar, berbentuk lonjong dan tegak!", yang memegang telinganya berkata, "...gajah itu berbentuk tipis", yang memegang belalainya berkata, "gajah itu panjang, agak lonjong dan melayang!", sementara yang sempat menaiki punggung gajah berkata, "wah, gajah itu besar sekali dan kita bisa menaikinya!". Semua memegang gajah, namun dengan tak adanya referensi bagaimana bentuk gajah, maka semua yakin dengan apa yang dipegangnya. Bagaimana cara agar semua orang buta tersebut mengetahui bentuk gajah yang sesungguhnya?
Berdasarkan sejarah, sosiologi memang ilmu yang muncul dari berbagai spekulasi tentang masyarakat, individu, interaksi sosial, struktur sosial, dan bagaimana struktur sosial tersebut bertahan seurut dengan waktu. Namun seiring dengan perkembangan waktu dan evolusi sains dalam peradaban manusia, maka berbagai pendekatan empirik mulai dilakukan. Asumsi tak cukup lagi hanya disandarkan pada akal sehat teoretisi, namun harus berlandaskan pada pengamatan dan jika mungkin ada pengukuran tentang hal tersebut, ada pengetatan-pengetatan dilakukan agar sosiologi tak terjebak ke perdebatan definitif, perdebatan debat kusir yang senantiasa tidak memajukan PEMAHAMAN kita akan masyarakat.
Secara sepintas, terlihat dengan jelas bahwa terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat besar di antara teori-teori sosial yang ada. Misalnya, yang mendasarkan perhatian pada struktur sosial akan berangkat dengan memperhatikan masyarakat condong kepada fungsionalisme, sementara di sisi lain yang berfokus pada dinamika masyarakat dan perubahan sosial akan cenderung untuk melihatnya dengan landasan konflik; bahkan melihat pola kerja sama individual atau antar kelompok dalam bentuk konflik pula, dan yang fokus pada bagaimana individu dalam membentuk struktur sistem sosial dan sebaliknya sistem sosial mempengaruhi perilaku individu melihatnya dengan kecondongan pada interaksionisme. Demikian seterusnya, dan seiring dengan perkembangan waktu dan spesialisasi obyek sosial yang hendak didekati, maka teori sosial akan cenderung terus bertambah.
 























LEIGH TESFATSION,Agent-Based Computational Economics: Growing Economics from the Bottom-Up, Working Paper ISU Economics 1, Iowa State University, 2002.

R. A. HANNEMAN, RANDALL COLLINS, GABRIELE MORDT, "Discovering Theory Dynamics by Computer Simulations: Experiments on State Legitimacy and Imperialist Capitalism", Sociological Methodology 25:1-46, 1995.

N. GILBERT, K. G. TROITZSCH, Simulation for the Social Scientist, The Open University Press, 1998.
SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU: proses sosial dan model sosialSebagaimana dalam perkembangan ilmu alam, ilmu sosial juga berusaha untuk mensinergikan antara apa yang diamati di lapangan penelitian dan konstruksi teori sosial tentang hal yang hendak diteliti. Statistika adalah ilmu yang paling sering digunakan untuk melakukan berbagai hal yang mungkin diukur dalam sistem sosial. Cara untuk membandingkan konstruksi teori sosial tersebut dengan apa yang diperoleh di lapangan adalah dengan membangunmodel. Pada dasarnya konstruksi teori sosial dapat secara sederhana disebut sebagai model dari proses sosial yang diamati.
Namun memodelkan sebuah sistem sosial bukanlah pekerjaan mudah. Hal ini didasarkan pada dua hal. Pertama, interaksi kompleks yang terlibat dalam sistem sosial berarti bahwa hasil dari pemodelan tersebut sulit untuk dianalisis dengan menggunakan pendekatan biasa (kompleksitas sintaktik). Kedua, karakteristik dari fenomena sosial seringkali lebih baik didekati denganrepresentasi semantik alias pendekatan secara kualitatif biasa. Persoalannya adalah hal ini sangat sulit untuk diterjemahkan dalam metode formal, sehingga mengakibatkan kesulitan melakukan pengecekan dengan teori yang sudah ada selama ini.
Dalam ilmu alam, masalah seperti ini tentu sangat mudah untuk diatasi. Model yang dibangun dapat berbentuk simulasi. Simulasi menangkap struktur perilaku yang ada di obyek yang diamati untuk kemudian diujicobakan ke 'miniatur-miniatur' yang dibuat agar dapat menjelaskan fenomena yang terjadi. Contohnya adalah upaya manusia dengan berbagai bangunan geometri matematika seperti bola, lingkaran, balok, dan sebagainya yang dianggap sebagai struktur bentuk di alam. Bumi kita katakan berbentuk bola, kotak kita anggap berbentuk balok, lintasan peluru dikatakan berbentuk parabola, dan seterusnya. Simulasi adalah suatu bentuk model di mana kita dapat mencobakan/bereksperimen sedemikian hingga dapat mengetahui struktur yang ada di obyek nyata yang dianalisis.
Bagaimana cara mengetahui apakah sebuah gedung besar sudah tahan terhadap gempa? Apakah kita membangun sebuah bangunan besar lalu menanti gempa datang untuk mengetahui kekuatannya? Tentu tidak! Kita membuat bangunan dengan konstruksi semirip mungkin dengan bangunan yang hendak kita bangun. Tentu tak harus bangunan yang besarnya sama dengan yang kita bangun, kita bisa membuat miniatur yang konstruksinya sama. Lalu kita simulasikan dengan membuat getaran yang kira-kira mirip atau sama dengan gempa, apakah ledakan, apakah dorongan, dan seterusnya. Dari sini kita tahu apakah bangunan yang akan kita bangun dengan konstruksi yang sudah diujikan tersebut seberapa kuat jika dilanda gempa.
Tentu ini sangat berbeda dengan model yang menggunakan statistika. Kita lihat gambar di bawah ini, tentang alur logis pemodelan dengan pengolahan dan pengumpulan data dan dengan simulasi.
 
   
 
 
   
 
 

























ROBERT AXELROD, The Complexity of Cooperation: Agent-Based Models of Competition and Colaboration, Princeton University Press, 1997.
T. S. SMITH, G. T. STEVENS, "Emergence, Self-Organization, and Social Interaction: Arousal-Dependent Structure in Social Systems", Sociological Theory 14(2):131-153, 1996.
STEVEN LEVY, Artificial Life: A Report from the Frontier Where Computers meet Biology, Vintage, 1992.
Bagaimana alur di atas dalam praktik analisis sosialnya?
Dalam melakukan simulasi sosial, yang harus kita ingat dalam melakukan hal tersebut adalah kita harus berhati-hati dalam membuat model dari fenomena sosial yang kita amati. Kita harus dapat membatasi masalah berdasarkan aspek dan perspektif yang kita amati. Hal ini sangat penting karena sangat mungkin orang akan membuat model dari aspek dan perspektif yang berbeda terhadap sebuah masyarakat. Selain itu, konteks masalah yang kita amati juga harus jelas karena sangat mungkin orang menggunakan istilah yang sama untuk konteks yang berbeda. Namun satu hal yang pasti, kita dapat memecahkan suatu fenomena sosial dengan jauh lebih baik ketika kita menggunakan sebanyak mungkin aspek dan perspektif, meskipun aspek dan perspektif tersebut kontradiktif.
Pemodelan dan simulasi selalu diawali dengan ketertarikan kita pada suatu fenomena di dunia nyata. Fenomena ini kita namakan target. Tujuan selanjutnya adalah membuat model dari fenomena (target) tersebut, yang lebih sederhana dibandingkan dengan fenomena tersebut.
Dalam model statistika, peneliti mengembangkan sebuah model melalui suatu abstraksi dari suatu perkiraan tentang proses sosial yang terjadi. Pada metode ini, biasanya model yang dikembangkan berupa persamaan-persamaan matematis atau uraian-uraian kualitatif tentang suatu hal. Selanjutnya seorang peneliti haruslah mengumpulkan beberapa data yang akan digunakan untuk melakukan estimasi. Analisis yang dilakukan selanjutnya terdiri dari : pertama, peneliti akan membandingkan apakah prediksi yang dihasilkan oleh model memiliki kemiripan dengan data aktual yang didapat. Kedua, peneliti mengukur besar dari parameter dan membandingkan besar tersebut untuk mengidentifikasi parameter terpenting.
Untuk membuat simulasi sosial, seperti pada model statistika, seorang peneliti juga membangun suatu model dengan berasumsi pada perkiraan proses sosial yang ada. Namun berbeda dengan model statistik yang cenderung menggunakan persamaan matematis, model yang dibangun didasarkan pada program komputer - alur kerja, urut-urutan dari proses sosial tersebut. Program tersebut kemudian disimulasikan, yang berarti dijalankan pada komputer, dan hasil yang didapat diamati. Model yang didapat digunakan untuk memperoleh data hasil simulasi. Data hasil simulasi ini kemudian dibandingkan dengan data yang didapat dari lapangan untuk dicek apakah model yang dibangun menghasilkan output yang mirip dengan kondisi sebenarnya.
Kedua metode ini dapat digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena sosial yang ada. Namun meskipun terdapat banyak kesamaan antara dua metode ini, terdapat perbedaan yang sangat besar diantara keduanya. Bila model statistik bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel yang terukur pada satu waktu tertentu, simulasi sangat memperhatikan keseluruhan proses yang terjadi. Dalam simulasi, dapat diperoleh penjelasan yang eksplisit tentang proses yang terjadi pada fenomena sosial yang dimodelkan. Hal yang kontras terjadi pada pemodelan secara statistik, yaitu pada metode ini akan dihasilkan pola dari hubungan-hubungan antara variabel yang diukur, namun dia tidak dapat memodelkan mekanisme yang mendasari hubungan-hubungan tersebut. 

Rabu, 11 Juli 2012

history


Sejarah

Informasi lebih lanjut: Sejarah astronomi dan Definisi planet
Lihat juga: Timeline astronomi tata surya


Dicetak rendition dari sebuah model kosmologi geosentris dari Cosmographia, Antwerpen, 1539
Ide planet telah berkembang selama sejarahnya, dari bintang-bintang mengembara ilahi kuno ke objek duniawi zaman ilmiah. Konsep ini telah diperluas untuk mencakup dunia tidak hanya di tata surya, tetapi dalam ratusan sistem ekstrasurya lain. Ambiguitas yang melekat dalam mendefinisikan planet telah menyebabkan kontroversi ilmiah banyak.
Lima planet klasik, yang dapat dilihat dengan mata telanjang, telah dikenal sejak zaman kuno, dan memiliki dampak signifikan terhadap mitologi, agama kosmologi, dan astronomi kuno. Pada zaman kuno, para astronom mencatat bagaimana lampu tertentu bergerak melintasi langit dalam kaitannya dengan bintang lain. Yunani kuno disebut lampu ini πλάνητες ἀστέρες (planetes asteres "bintang pengembara") atau hanya "πλανήτοι" (planētoi "pengembara"), [11] dari mana kata hari ini "planet" berasal. [12] [13] Di Yunani kuno, Cina, Babel dan memang semua pra-modern peradaban, [14] [15] itu hampir secara universal percaya bahwa Bumi berada di tengah alam semesta dan bahwa semua "planet" melingkari Bumi. Alasan persepsi ini adalah bahwa bintang dan planet muncul berputar mengelilingi bumi setiap hari, [16] dan persepsi tampaknya masuk akal bahwa Bumi yang solid dan stabil, dan bahwa hal itu tidak bergerak tetapi pada istirahat.
[Sunting] Babel
Artikel utama: Babel astronomi
Peradaban pertama yang diketahui memiliki teori fungsional dari planet adalah Babilonia, yang tinggal di Mesopotamia dalam SM milenium pertama dan kedua. Teks tertua astronomi planet adalah Babilonia Venus tablet Ammisaduqa, satu abad 7 SM salinan dari daftar pengamatan gerakan planet Venus, yang mungkin berasal pada awal milenium kedua SM. [17] MUL.APIN adalah sepasang runcing tablet yang berasal dari abad ke-7 SM yang menjabarkan gerakan Matahari, Bulan dan planet-planet selama tahun. [18] astrolog Babel juga meletakkan dasar dari apa yang akhirnya akan menjadi astrologi Barat. [ 19] Elish anu Enlil, yang ditulis selama periode Neo-Asyur di abad ke-7 SM, [20] terdiri dari daftar pertanda dan hubungan mereka dengan berbagai fenomena langit termasuk gerakan planet. [21] [22] Venus, Merkurius dan planet-planet luar Mars, Jupiter dan Saturnus semua diidentifikasi oleh para astronom Babilonia. Ini akan tetap hanya planet diketahui sampai penemuan teleskop di zaman modern awal. [23]
[Sunting] Yunani-Romawi astronomi
Lihat juga: astronomi Yunani
Ptolemy 7 planet bola
1
Bulan
2
Air raksa
3
Venus
4
Matahari
5
Mars
6
Jupiter
7
Saturnus

Orang Yunani kuno awalnya tidak menganggap penting banyak untuk planet-planet sebagai Babel. Pythagorean, pada abad ke-6 dan ke-5 SM tampaknya telah mengembangkan teori sendiri planet mereka independen, yang terdiri dari Bumi, Matahari, Bulan, dan planet-planet berputar di sekitar sebuah "Api Tengah" di pusat alam semesta. Pythagoras atau Parmenides dikatakan telah menjadi orang pertama yang mengidentifikasi bintang malam dan bintang pagi (Venus) sebagai satu dan sama [24] Pada abad ke-3. SM, Aristarchus dari Samos mengusulkan sistem heliosentris, yang menyatakan Bumi dan planet-planet berputar mengelilingi matahari. Namun, sistem geosentris akan tetap dominan sampai Revolusi Ilmiah.
Pada abad ke-1 SM, selama periode Helenistik, bangsa Yunani mulai mengembangkan skema mereka sendiri matematika untuk memprediksi posisi planet. Skema ini, yang didasarkan pada geometri daripada aritmatika dari Babel, akhirnya akan gerhana teori Babel 'dalam kompleksitas dan kelengkapan, dan account untuk sebagian besar gerakan astronomi diamati dari Bumi dengan mata telanjang. Teori-teori ini akan mencapai ekspresi penuhnya dalam Almagest yang ditulis oleh Ptolemy dalam abad ke-2 Masehi. Jadi lengkap adalah dominasi model Ptolemy bahwa digantikan semua karya-karya sebelumnya tentang astronomi dan tetap teks astronomi yang pasti di dunia Barat selama 13 abad. [17] [25] Untuk orang-orang Yunani dan Romawi ada tujuh planet yang dikenal, masing-masing dianggap akan mengitari bumi menurut hukum kompleks ditata oleh Ptolemy. Mereka, secara berurutan dari Bumi (dalam urutan Ptolemy):. Bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, dan Saturnus [13] [25] [26]
[Sunting] India
Artikel utama: India astronomi dan kosmologi Hindu
Pada 499 CE, Aryabhata astronom India dikemukakan model planet yang secara eksplisit dimasukkan rotasi bumi pada porosnya, yang menjelaskan sebagai penyebab apa yang tampaknya menjadi sebuah gerakan ke arah barat tampak dari bintang-bintang. Dia juga percaya bahwa orbit planet adalah elips. [27] pengikut Aryabhata itu terutama sangat kuat di India Selatan, di mana prinsip-prinsipnya dari rotasi diurnal bumi, antara lain diikuti dan sejumlah karya sekunder didasarkan pada mereka. [28]
Pada 1500, Nilakantha Somayaji dari sekolah Kerala astronomi dan matematika, di Tantrasangraha nya, direvisi Model Aryabhata itu. [29] Dalam Aryabhatiyabhasya, sebuah komentar pada Aryabhatiya Aryabhata, ia mengembangkan sebuah model planet dimana Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus mengorbit Matahari, yang pada gilirannya mengorbit Bumi, mirip dengan sistem Tychonic kemudian diusulkan oleh Tycho Brahe pada abad 16-an. Kebanyakan astronomers dari sekolah Kerala yang mengikutinya diterima Model planet itu. [29] [30]
[Sunting] astronomi Muslim Abad Pertengahan
Artikel utama: Astronomi dalam Islam abad pertengahan dan kosmologi Islam
Pada abad 11, yang transit Venus diamati oleh Ibnu Sina, yang menetapkan bahwa Venus, setidaknya kadang-kadang, di bawah Matahari. [31] Pada abad 12, Ibnu Bajjah mengamati "dua planet seperti flek hitam di wajah Sun, "yang kemudian diidentifikasi sebagai transit Merkurius dan Venus oleh astronom Maragha Qotb al-Din Syirazi di abad ke-13 [32]. Namun, Ibnu Bajjah tidak bisa mengamati transit Venus, karena tidak ada terjadi pada masa hidupnya . [33]
[Sunting] Eropa Renaissance
Renaissance planet, ca. 1543-1781
1
Air raksa
2
Venus
3
Bumi
4
Mars
5
Jupiter
6
Saturnus

Lihat juga: heliocentrism
Dengan munculnya Revolusi Ilmiah, pemahaman tentang "planet" istilah berubah dari sesuatu yang bergerak melintasi langit (dalam hubungannya dengan bintang lapangan), untuk tubuh yang mengorbit bumi (atau yang diyakini melakukannya pada saat itu ), dan pada abad 16 untuk sesuatu yang langsung mengorbit Matahari ketika model heliosentris dari Copernicus, Galileo dan Kepler memperoleh kekuasaan.
Jadi Bumi menjadi termasuk dalam daftar planet, [34] sementara Matahari dan Bulan dikeluarkan. Pada awalnya, ketika satelit pertama dari Jupiter dan Saturnus yang ditemukan pada abad ke-17, istilah "planet" dan "satelit" yang digunakan secara bergantian -. Meskipun yang terakhir secara bertahap akan menjadi lebih umum pada abad berikut [35] Hingga pertengahan ke-19 abad, jumlah "planet" naik dengan cepat karena setiap objek yang baru ditemukan langsung mengorbit Matahari tercatat sebagai planet oleh komunitas ilmiah.


Planet

Planet-benda berukuran untuk skala:
Baris atas: Uranus dan Neptunus;
kedua baris: Bumi, putih kerdil bintang Sirius B, Venus;
baris bawah (direproduksi dan diperbesar pada gambar bawah) - di atas: Mars dan Merkurius;
di bawah ini: Bulan, planet kerdil Pluto dan Haumea
Sebuah planet (dari αστήρ Kuno πλανήτης Yunani (Aster planētēs), yang berarti "bintang pengembara") adalah benda angkasa yang mengorbit sebuah bintang atau sisa bintang yang cukup besar untuk dibulatkan oleh gravitasinya sendiri, tidak cukup besar untuk menyebabkan fusi termonuklir, dan telah membersihkan daerah sekitarnya dari planetesimal [a]. [1] [2] Planet istilah kuno, yang memiliki hubungan dengan sejarah, ilmu pengetahuan, mitologi, dan agama. Planet-planet awalnya dilihat oleh budaya awal sebanyak ilahi, atau sebagai utusan dewa. Sebagai pengetahuan ilmiah maju, persepsi manusia dari planet berubah, menggabungkan sejumlah objek yang berbeda. Pada tahun 2006, International Astronomical Union (IAU) secara resmi menyetujui sebuah resolusi mendefinisikan planet dalam Tata Surya. Definisi ini telah baik dipuji dan dikritik, dan tetap diperdebatkan oleh beberapa ilmuwan karena tidak termasuk benda banyak massa planet berdasarkan di mana atau apa yang mereka orbit. Sementara delapan dari badan-badan planet ditemukan sebelum tahun 1950 tetap "planet" di bawah definisi modern, beberapa benda langit, seperti Ceres, Pallas, Juno, Vesta (masing-masing objek di sabuk asteroid Surya) dan Pluto (pertama menemukan trans-Neptunian objek), yang pernah dianggap planet oleh komunitas ilmiah tidak lagi dipandang seperti itu.
Planet-planet dianggap oleh Ptolemy untuk mengorbit bumi dalam gerakan relatif kecil dan epicycle. Meskipun ide bahwa planet-planet mengorbit Matahari telah diusulkan berkali-kali, tidak sampai abad ke-17 bahwa pandangan ini didukung oleh bukti dari pengamatan astronomi pertama teleskopik, dilakukan oleh Galileo Galilei. Dengan analisis yang cermat terhadap data observasi, Johannes Kepler menemukan orbit planet-planet 'menjadi tidak melingkar, tapi elips. Sebagai alat pengamatan ditingkatkan, para astronom melihat bahwa, seperti Bumi, planet-planet berputar di sekitar sumbu miring, dan beberapa fitur seperti bersama sebagai es dan musim. Sejak awal Zaman Space, observasi dekat probe telah menemukan bahwa bumi dan karakteristik saham lainnya planet seperti gunung api, angin topan, tektonik, dan bahkan hidrologi.
Planet umumnya dibagi menjadi dua jenis utama: besar, raksasa gas kepadatan rendah, dan lebih kecil, terrestrials berbatu. Di bawah definisi IAU, ada delapan planet dalam Tata Surya. Dalam rangka meningkatkan jarak dari Matahari, mereka adalah empat terrestrials, Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars, maka empat raksasa gas, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Enam dari planet mengorbit oleh satu atau lebih satelit alami. Selain itu, Tata Surya juga mengandung setidaknya lima planet kerdil [3] dan ratusan ribu badan Tata Surya kecil.
Sejak tahun 1992, ratusan planet di sekitar bintang lain ("planet ekstrasurya" atau "eksoplanet") di Galaksi Bima Sakti telah ditemukan. Pada 5 Juli 2012, 777 planet ekstrasurya yang diketahui (dalam 624 sistem planet dan 101 sistem planet ganda) tercantum dalam Ensiklopedia Planet Luar Tata Surya, mulai dari ukuran bahwa planet-planet mirip dengan Bumi dengan yang gas raksasa lebih besar dari Jupiter. [4] Pada tanggal 20 Desember 2011, Space Telescope Kepler tim melaporkan penemuan Bumi-ukuran planet ekstrasurya pertama, Kepler-20e [5] dan Kepler-20F, [6] yang mengorbit bintang seperti Matahari, Kepler-20 [7]. [8] [9] Sebuah penelitian 2012, menganalisis data microlensing gravitasi, memperkirakan rata-rata minimal [79]
d Seperti Pluto, apabila dekat perihelion, suasana sementara diduga.
[Sunting] ekstrasurya planet